BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu
agenda besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menjaga persatuan
dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tantangan untuk
mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa tersebut salah satunya adalah masalah
kerukunan umat beragama dan kerukunan bangsa. Kerukunan intern beragama,
kerukunan antarumat beragama, dan kerukunan antarumat beragama dengan
pemerintah. Kerukunan itu bukan barang gratis. Ada penggalan sejarah kelam di
mana kerukunan pernah terkoyak di negeri ini.
Bukan hanya harta benda yang hilang
terbakar, tetapi banyak nyawa manusia tak bersalah juga melayang. Kita sebagai
masyarakat terpelajar harus berperan serta dalam menjaga keutuhan bangsa dan
negara, menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, dan berpartisipasi
dalam menjaga kerukunan di mana saja kita berada dan kapan saja waktunya.
Akhir – akhir ini, nilai kerukunan
yang dijaga dengan baik oleh masyarakat mulai terkikis, mengalami degradasi.
Semboyan bhineka tunggal ika sudah mulai luntur dalam pemahaman dan pengalaman
masyarakat.
Ini bisa dilihat dari berbagai
konflik yang terjadi di berbagai daerah Indonesia seperti kasus Poso, Ambon,
Sampang yang mengatasnamakan agama. Konflik – konflik yang mengatasnamakan
agama ini bahkan disinyalir telah mengancam terjadinya disintegrasi bangsa.
Manusia
adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain
dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam
masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang
berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
Dalam menjalani kehidupan sosialnya
tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar
kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka
menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling
menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29
ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya
menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling
menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan
Negara.
Kebebasan beragama pada hakikatnya
adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan
beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama
adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan
tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi
antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan
baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali
terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang
mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi
dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman
yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama
merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
1.2. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Toleransi?
2.
Mengapa Toleransi penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara?
3.
Mengapa kita harus menghindarkan diri dari perilaku
tindak kekerasan?
4.
Apa manfaat toleransi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara?
5.
Bagaimana contoh perilaku yang menunjukkan toleransi?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui makna kata Toleransi.
2.
Mengetahui seberapa penting Toleransi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
3.
Mengetahui alasan mengapa kita harus menghindarkan
diri dari perilaku tindak kekerasan.
4.
Mengetahui apa saja manfaat toleransi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
5.
Mengetahui contoh perilaku yang menunjukkan toleransi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa latin “Tolerare”
yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi adalah suatu sikap atau
perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang
menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi
juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti
sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok –
kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu
masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam
suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama – agama lainnya. Istilah
toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih
luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat
ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik
dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama
berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan,
untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Dalam
masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan
menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai
manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan
demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.
2.2 Pentingnya
Toleransi
“Dan di
antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Quran), dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih
mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Yunus/10 : 40)
“Dan jika
mereka (tetap) mendustakan kamu (Muhammad), maka katakanlah: "Bagiku
pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku
kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".” (Q.S.
Yunus/10 : 41)
Dari ayat
tersebut dapat disimpulkan hal – hal berikut:
1.
Umat manusia yang hidup setelah diutusnya Nabi
Muhammad SAW. terbagi menjadi 2 golongan, ada umat yang beriman terhadap
kebenaran kerasulan dan kitab suci yang disampaikannya dan ada pula golongan
orang yang mendustakan kerasulan Nabi Muhammad SAW. dan tidak beriman kepada
Al-Qur’an.
2.
Allah SWT. Maha Mengetahui sikap dan perilaku orang –
orang beriman yang selama hidup di dunia senantiasa bertaqwa kepada-Nya, begitu
juga orang kafir yang tidak beriman kepada-Nya.
3.
Orang beriman harus tegas dan berpendirian teguh atas
keyakinannya. Ia tegar meskipun hidup di tengah – tengah orang yang berbeda
keyakinan dengan dirinya.
4.
Ayat di atas juga menjelaskan perlunya menghargai
perbedaan dan toleransi. Cara menghargai perbedaan dan toleransi dengan tidak
mengganggu aktivitas keagamaan orang lain.
2.3 Menghindarkan
Diri dari Perilaku Tindak Kekerasan
Manusia
dianugerahi oleh Allah SWT. berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, manusia dapat
merasa benci dan cinta. Dengannya pula manusia bisa melakukan persahabatan dan
permusuhan serta bisa mencapai kesempurnaan ataupun kesengsaraan. Hanya nafsu
yang berhasil dijinakkan oleh akal yang akan menghantarkan manusia kepada
kesempurnaan. Begitupun sebaliknya.
Permusuhan berasal dari rasa benci
yang dimiliki oleh setiap manusia. Sebagaimana cinta, bencipun berasal dari
nafsu yang harus bertumpu di atas pondasi akal. Permusuhan di antara manusia
terkadang karena kedengkian pada hal – hal duniawi seperti pada kasus Qabil dan
Habil ataupun pada kisah Nabi Yusuf as. dan saudara – saudaranya. Terkadang
pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan keyakinan.
“Oleh karena
itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang
membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain (qisas), atau
bukan karena berbuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan – akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah – olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (Q.S. Al Maidah/5 : 32)
Allah SWT. menjelaskan dalam ayat
ini, bahwa setelah peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah SWT.
menetapkan suatu hukum bahwa membunuh seseorang sama dengan membunuh seluruh
manusia. Begitu juga menyelamatkan kehidupan seseorang sama dengan
menyelamatkan seluruh manusia. Ayat ini menyinggung sebuah prinsip sosial di
mana masyarakat bagaikan sebuah tubuh, sedangkan individu – individu masyarakat
merupakan anggota tubuh tersebut. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka
anggota tubuh lainnya pun ikut merasakan sakit.
Dalam Q.S.
Al Maidah/5 : 32 terdapat 3 pelajaran yang dapat dipetik:
1.
Nasib kehidupan manusia sepanjang sejarah memiliki
kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata rantai yang saling
berhubungan. Karena itu, terputusnya sebuah mata rantai akan mengakibatkan
musnahnya sejumlah besar umat manusia.
2.
Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan.
Pembunuhan seorang manusia dengan maksud jahat merupakan pemusnahan sebuah
masyarakat, tetapi keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi terhadap
seorang pembunuh dalam rangka qisas merupakan sumber kehidupan masyarakat.
3.
Mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan
penyelamatan jiwa manusia, seperti dokter, perawat, polisi harus mengerti nilai
pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan orang yang sakit dari
kematian bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat darikehancuran.
Tugas kita bersama adalah menjaga
ketentraman hidup dengan cara mencintai tetangga, orang – orang yang berada di
sekitar kita. Artinya, kita dilarang melakukan perilaku – perilaku yang dapat
merugikan orang lain, termasuk menyakitinya dan melakukan tindakan kekerasan
kepadanya.
Di Indonesia ada hukum yang mengatur
pelarangan melakukan tindak kekerasan, termasuk kekerasan pada anak dan anggota
keluarga, misalnya UU No. 23 Tahun 2002 dan UU No. 23 Tahun 2004.
2.4 Manfaat Toleransi Hidup Beragama dalam
Pandangan Islam
1.
Menghindari Terjadinya Perpecahan
Bersikap
toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama.
Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan
dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat
mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam
kehidupan umat manusia ini.
2.
Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu
wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali
silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan baik dengan manusia
lainnya. Pada umumnya manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya,
perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan
agama merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antarsesama
manusia.
Merajut
hubungan damai antarpenganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing – masing
pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa
setiap penganut agama boleh melakukan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas
tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan
kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan
ini akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
3.
Pembangunan berjalan dengan lancar
4.
Masyarakat menikmati hasil-hasil pembangunan
5.
Kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan
2.5 Menerapkan
Perilaku Mulia
Kondisi bangsa Indonesia yang
berbhineka ini harus kita pertahankan demi ketentraman dan kedamaian
penduduknya. Salah satu cara mempertahankan kebhinekaan ini adalah dengan
toleransi atau saling menghargai.
Dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, kerukunan hidup antarsuku, ras, golongan dan agama harus selalu
dijaga dan dibina. Kita tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah saling
bermusuhan satu sama lain karena masalah di atas.
Berikut
perilaku – perilaku toleransi yang harus dibina sesuai dengan ajaran Islam.
1.
Saling menghargai adanya perbedaan keyakinan. Kita
tidak boleh memaksakan kehendak pada orang lain agar mereka mengikuti keyakinan
kita. Orang yang berkeyakinan lain pun tidak boleh memaksakan keyakinannya pada
kita. Dengan memperlihatkan perilaku berakhlak mulia, insyaallah orang lain
akan tertarik. Rasulullah SAW. selalu memperlihatkan akhlak mulia kepada siapa
pun termasuk kepada musuh – musuhnya. Banyak orang kafir yang tertarik pada
akhlak Rasulullah SAW. lalu masuk Islam karena kemuliaannya.
2.
Saling menghargai adanya perbedaan pendapat. Manusia
diciptakan dengan membawa perbedaan. Kita mencoba menghargai perbedaan
tersebut.
3.
Belajar empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain, lalu bantulah orang yang membutuhkan. Sering terjadi tindak
kekerasan disebabkan hilangnya rasa empati. Ketika mau mengganggu orang lain,
kita harus sadar bahwa mengganggu itu akan menyakitkan. Bagaimana kalau itu
terjadi pada diri kita? Tentu kita juga akan merasa risih jika diganggu oleh
orang lain.
4.
Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang
sakit.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
فِى كُلِّ
كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
“Menolong orang sakit yang
masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan
Muslim no. 2244).
Lihatlah
Islam masih mengajarkan peduli sesama.
5.
Tetap menjalin hubungan
kerabat pada orang tua atau saudara non muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
وإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا
مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).
Dipaksa syirik, namun tetap kita disuruh
berbuat baik pada orang tua.
Lihat
contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau
menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu
turunlah ayat,
لاَ
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِى الدِّينِ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu….” (QS. Al Mumtahanah: 8)
(HR. Bukhari no. 5978).
6.
Boleh memberi hadiah pada
non muslim.
Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada
Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti
kaum muslimin.Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
رَأَى عُمَرُ
حُلَّةً عَلَى رَجُلٍ تُبَاعُ فَقَالَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
ابْتَعْ
هَذِهِ الْحُلَّةَ تَلْبَسْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَإِذَا جَاءَكَ الْوَفْدُ .
فَقَالَ « إِنَّمَا يَلْبَسُ
هَذَا مَنْ لاَ خَلاَقَ لَهُ فِى الآخِرَةِ » .
فَأُتِىَ رَسُولُ اللَّهِ –
صلى الله
عليه وسلم – مِنْهَا بِحُلَلٍ فَأَرْسَلَ إِلَى عُمَرَ مِنْهَا بِحُلَّةٍ .
فَقَالَ عُمَرُ كَيْفَ أَلْبَسُهَا وَقَدْ
قُلْتَ فِيهَا مَا قُلْتَ قَالَ
« إِنِّى
لَمْ أَكْسُكَهَا لِتَلْبَسَهَا ، تَبِيعُهَا أَوْ تَكْسُوهَا »
.
فَأَرْسَلَ بِهَا عُمَرُ إِلَى أَخٍ لَهُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ قَبْلَ أَنْ
يُسْلِمَ
“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun
berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian
seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang
mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya
yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun
di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar.
‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi
mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di
akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau
mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau,
maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan
pakaian tersebut kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut
masuk Islam. (HR. Bukhari no. 2619).
Lihatlah
sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada
saudaranya yang non muslim.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Toleransi berasal dari kata “
Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang artinya adalah :
"dengan sabar membiarkan sesuatu". Jadi secara harafiah pengertian
dari Toleransi beragama ialah dengan sabar membiarkan orang menjalankan
agama-agama lain. Harus bisa lebih kita maknai dan lebih bisa kita definisikan toleransi beragama.
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita harus hidup dalam ajaran agama
lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan disini adalah menghormati
agama lain. Dalam bertoleransi janganlah kita berlebih-lebihan sehingga sikap
dan tingkah laku kita mengganggu hak-hak dan kepentingan orang lain. Lebih baik
toleransi itu kita terapkan dengan sewajarnya. Jangan sampai toleransi itu
menyinggung perasaan orang lain. Toleransi juga hendaknya jangan sampai
merugikan kita, contohnya ibadah dan pekerjaan kita.
Manfaat
toleransi hidup beragama dalam pandangan Islam:
v Menghindari
Terjadinya Perpecahan
v Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima
Perbedaan
v Pembangunan berjalan dengan lancar
v Masyarakat menikmati hasil-hasil pembangunan
v Kemajuan dalam berbagai aspek
kehidupan
Contoh
perilaku yang menunjukkan adanya toleransi:
v Saling
menghargai adanya perbedaan keyakinan
v Saling menghargai adanya perbedaan
pendapat
v Belajar empati
v Islam mengajarkan menolong
siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit
v Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non
muslim
v Boleh
memberi hadiah pada non muslim
DAFTAR PUSTAKA
http://ekanurulhidayatii.blogspot.com/2015/01/toleransi-sebagai-alat-pemersatu-bangsa.html



Tidak ada komentar:
Posting Komentar